Sabtu, 31 Desember 2011

Goodbye 2011



"What can be said in New Year rhymes,
That's not been said a thousand times?
The new years come, the old years go,
We know we dream, we dream we know.
We rise up laughing with the light,
We lie down weeping with the night.
We hug the world until it stings,
We curse it then and sigh for wings.
We live, we love, we woo, we wed,
We wreathe our prides, we sheet our dead.
We laugh, we weep, we hope, we fear,
And that's the burden of a year." 

Good bye 2011 and Welcome 2012

My Journey Kaleidoscope on 2011

Tahun 2011 tinggal beberapa jam lagi akan berakhir. Pada tahun ini, aku benar-benar hidup ala kaum nomaden yang berpindah-pindah tempat tinggal. Kadang aku tidak tahu bulan depan aku akan tinggal dimana atau kemana. Namun aku menikmatinya, dan memang pekerjaanku saat ini yang menuntutku untuk berpindah dengan cepat. Sungguh menarik memang mempelajari budaya, kuliner dan keindahan alam di tempat-tempat baru, berkenalan dengan banyak orang, walau kadang sampai merasa kesepian karena terlalu cepatnya aku berpindah ke satu tempat baru yang asing. Yahh itulah kesanku di tahun 2011 yang akan segera berakhir. Selamat tinggal 2011, dan Selamat datang 2012.

Reflecting on God’s faithfulness in the past brings hope for the future. God Bless You!



Kali ini juga aku ingin share 12 foto yang mewakili 12 bulan dalam 2011, dan mewakili juga tempat-tempat yang kusinggahi pada saat itu. 

Januari : Pantai Kuta, Bali

Februari : Gedung Bank Indonesia Cirebon, my hometown

Maret : Fatu'ulan, Timor Tengah Selatan, NTT

April : Pantai Pasir Panjang, Tual, Maluku Tenggara

Mei : Pantai Kolbano, Timor Tengah Selatan, NTT


Juni : Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau

Juli : Pantai Lakey, Dompu, NTB

Agustus : Bengalon-Coal Mining, Kalimantan Timur

September : Ocean Rover - Diamond Offshore, Kaimana, Papua Barat

Oktober : Pura Luhur Poten - Bromo, Jawa Timur

November : Mesjid Omar Ali, Bandar Seri Begawan, Brunei

Desember : Sungai Kahayan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
Related Articles :
12.12.12
11.12.13 
What are the Fish in Your Life?

Berburu Ombak dan Angin di Lakey Beach, NTB


Lakey Beach, Nusa Tenggara Barat




Lakey Peak Beach, Sumbawa
KABUPATEN DOMPU punya Pantai Lakey yang terkenal di kalangan peselancar dunia. Setiap Bulan Maret hingga Agustus, pantai yang terletak di Desa Hu’u ini dipenuhi wisatawan yang punya minat khusus di olahraga surfing dan wind surfing. Mereka memang sengaja datang memburu ombak dan angin. 

Biasanya dari Bali mereka bertolak menuju Lombok, kemudian beralih ke Sumbawa. Intinya mengikuti kemana arah ombak yang diinginkan akan terwujud. 

Setelah Bom Bali beberapa tahun lalu, Pantai Lakey sempat sepi pengunjung. Wisatawan Australia yang rajin menyambangi takut datang. Tapi kini animo mulai pulih. Bahkan asal negara peselancar yang datang kian bervariasi. Amerika Latin dan Eropa tercatat kian sering datang. Mereka biasanya tinggal dalam hitungan minggu hingga bulan, sebelum akhirnya berkelana mencari tantangan baru.

Bandara Bima, NTB
Lokasi Pantai Lakey sekitar dua jam perjalanan dari Bandar Udara Muhammad Salahuddin, Kabupaten Bima. Pantai Lakey cukup dikenal di kalangan penggila selancar. Meski ketinggian ombak tidak terlalu istimewa — sekitar enam hingga delapan meter — namun arah sapuannya memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Peselancar dunia menyenangi ombak Lakey karena arah sapuan ombaknya ke kiri bukan ke kanan. 

Karena itulah, bagi mereka Lakey adalah salah satu surga dunia. Selain ombak dan angin, pemandangan pantainya masih asri dan mempesona. Pun sepanjang perjalanan dari bandara menuju Lakey. Saat kemarau, pohon-pohon kering meranggas membingkai sepanjang jalan. Berpadu indah dengan pantai-pantai berpasir putih. Sesekali, berubah menjadi tanah lapang tandus yang dipenuhi binatang ternak dan kuda. Pun bangunan khas yang berbentuk rumah panggung.

Hotel Aman Gati, tempatku menginap selama di Lakey
Me, in Lakey


Related Articles :
In The Middle of Honey Forest

Jumat, 30 Desember 2011

Cirebon : Keraton Edition Part 1 (Keraton Kasepuhan)

Keraton Kasepuhan, Cirebon

Keraton Kasepuhan adalah Keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya.

Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu Kereta Singa Barong. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.

Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Didalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.



Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut pamong praja. Sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang merupakan tempat para perwira keraton ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.

Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh disekelilingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Di pelataran depan Siti Inggil terdapat meja batu berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama Gapura Adi sedangkan di sebelah selatan bernama Gapura Banteng. Dibawah Gapura Banteng ini terdapat Candra Sakala dengan tulisan Kuta Bata Tinata Banteng yang jika diartikan adalah tahun 1451.

Langgar (Mesjid) Agung Keraton Kasepuhan

Macan Putih lambang Kerajaan Padjadjaran
Museum Kereta Singa Barong
Keraton Kasepuhan dengan Gerbang Mega Mendung khas Cirebon
Related Article :
Cirebon : Keraton Edition Part 2 (Keraton Kanoman)
Cirebon : Keraton Edition Part 3 (Keraton Kacirebonan)
Cirebon : Mesjid Agung Sang Cipta Rasa
Cirebon : Vintage Edition

Minggu, 25 Desember 2011

Cirebon : Vintage Edition


British American Tobacco, Anno 1924

Bank Mandiri


Kelenteng Dewi Welas Asih (th 1595)


Gereja Kristen Pasundan & Gedung Niaga

Gudang Air


Jl. Pekalipaan

Fabriek Tenoen
Tapioka Tjap Kerontjong


St. Joseph Catholic Church

Gedung Bank Indonesia in Cirebon

Related Articles :
Cirebon : Keraton Edition Part 1 (Keraton Kasepuhan)
Cirebon : Keraton Edition Part 2 (Keraton Kanoman)
Cirebon : Keraton Edition Part 3 (Keraton Kacirebonan)
Cirebon : Mesjid Agung Sang Cipta Rasa

Merry Christmas 2011



Wrapped was the world in slumber deep, 
By seaward valley and cedarn steep, 
And bright and blest were the dreams of its sleep; 
All the hours of that wonderful night-tide through 
The stars out blossomed in fields of blue, 
A heavenly chaplet, to diadem 
The King in the manger of Bethlehem.

Out on the hills the shepherds lay, 
Wakeful, that never a lamb might stray, 
Humble and clean of heart were they; 
Thus it was given them to hear 
Marvellous harpings strange and clear, 
Thus it was given them to see 
The heralds of the nativity.

In the dim-lit stable the mother mild 
Looked with holy eyes on her child, 
Cradled him close to her heart and smiled; 
Kingly purple nor crown had he, 
Never a trapping of royalty; 
But Mary saw that the baby's head 
With a slender nimbus was garlanded.

Speechless her joy as she watched him there, 
Forgetful of pain and grief and care, 
And every thought in her soul was a prayer; 
While under the dome of the desert sky 
The Kings of the East from afar drew nigh, 
And the great white star that was guide to them Kept ward o'er the manger of Bethlehem.


Related articles :

Sabtu, 24 Desember 2011

What Are The Fish In Your Life?


"What are the fish in your life?" memang itu adalah sebuah pertanyaan yang aneh. Namun pertanyaan yang aneh tersebut yang selalu terngiang-ngiang di pikiranku sampai saat ini. Pertanyaan tersebut diajukan oleh dr. Steve Anderson, seorang spesialis mata yang berasal dari Amerika saat melakukan perjalanan dalam rangka outreach kasus mata ke desa Siding.

Yang melatar belakangi pertanyaan tersebut adalah sebuah perikop dalam Injil Yohanes 21:1-14 yang berjudul : "Yesus menampakan diri kepada murid-muridNya di pantai Danau Tiberias". 

Apabila kita membaca perikop ini, maka hal ini akan mengingatkan kita tentang bagaimana Yesus memanggil murid-muridnya yang pertama di Danau Genesaret pada Lukas 5:1-11. Nampak seperti pengulangan dengan beberapa orang yang sama yang terlibat dalam kisah tersebut.

Kali ini aku akan membahas dari sudut pandang Petrus. Setting kejadian Yohanes 21:1-14 terjadi setelah Yesus disalib. Murid-murid seolah kehilangan jangkar yang selama ini dijadikan tempat acuan. Petrus, diceritakan pada Yohanes 21 berpikir untuk kembali ke kehidupan lamanya sebagai nelayan dan mulai menangkap ikan. Namun hasil tangkapan malam itu ternyata mengecewakan. Mereka tidak mendapat apa-apa malam itu

Yesus datang kepada murid-muridNya (menampakan diri setelah kebangkitanNya) dan menanyakan tentang hasil tangkapan malam itu. Dan tentu saja muridnya berkata mereka tidak memperoleh apa-apa. 

Yesus kemudian memerintahkan mereka untuk menebarkan jala ke sebelah kanan perahu. Dan terjadilah mujizat yang nyaris serupa saat waktu mereka dipanggil untuk menjadi murid Yesus untuk pertama kalinya. Jala mereka menjadi sukar ditarik karena penuhnya ikan. 

Pengulangan mujizat yang mirip tersebut seolah ingin mengingatkan kembali akan panggilan hidup mereka yang maksimal, yaitu sebagai penjala manusia. Mereka bisa saja menjadi penjala ikan biasa. Namun itu bukanlah potensi maksimal yang telah Tuhan taruh pada diri mereka.

Murid-murid segera menyadari bahwa itu Yesus. Petrus segera melompat ke danau dan menghampiri Yesus. Dan inilah hal penting lainnya : di darat mereka telah melihat api arang dengan ikan dan roti di atasnya (ikan yang bukan berasal dari tangkapan Petrus) dan mereka mengajak murid-murid nya sarapan.

Ikan yang didapat Petrus tidak sedikit saat itu. Ada 153 ekor ikan besar. (Jumlah yang cukup banyak juga untuk dapat ditukarkan dengan sejumlah besar uang). Namun bukan ikan tersebut yang dipakai Yesus sebagai sarapan mereka, karena Yesus telah menyediakan.

Kemudian apa yang diminta Yesus dari Petrus dengan jelas tertulis dengan jelas pada ayat 15 :
Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Daripada mereka ini menujuk pada ikan-ikan hasil tangkapan Petrus yang berjumlah 153 ekor. Ikan-ikan tersebut bagi seorang Petrus bisa berarti uang, makanan, pekerjaan, masa depan dan hal lainnya. Yesus bertanya kepada Petrus : Apakah ia mengasihi Tuhan lebih dari ia mengasihi ikan-ikannya (uang, pekerjaan, makanan, masa depan dan lainnya)?? 

Kadang banyak alasan kita untuk tidak taat saat Tuhan memanggil kita untuk dipakai menjadi alatNya. Banyak hal-hal seperti uang, pendidikan, relasi dengan seseorang, jabatan dan banyak hal lain yang membuat kita mengabaikan PanggilanNya. Semua hal yang disebutkan tadi bisa kita andaikan sebagai ikan-ikan yang dicari Petrus yang dapat memalingkan muka kita dari Panggilan Tuhan. 

Ikan dan roti yang telah Tuhan sediakan sebagai sarapan (bukan ikan tangkapan Petrus) menunjukan bahwa Allah tahu apa yang menjadi kebutuhan kita dan Dia telah menyediakanNya dalam jumlah yang CUKUP bagi kita. Saat kita melakukan bagian kita, maka Allah tidak akan tinggal diam. Menyediakan apa yang menjadi kebutuhan kita hanyalah salah satu dari banyak hal yang akan Tuhan kerjakan sebagai bagianNya.

Dan inilah pertanyaan akhir dari dr. Steve yang selalu terngiang : 
"Masihkah ada alasan kita untuk ragu dalam merespon panggilanNya?"

"What Are The Fish In Your Life?"
dan anda dan saya bisa mencoba menjawab dan meresponinya mulai hari ini.

1. Kemudian Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias dan Ia menampakkan diri sebagai berikut.

2. Di pantai itu berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain.

3. Kata Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau." Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.

4. Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.

5. Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada."

6. Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan.

7. Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.

8. Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu.

9. Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti.

10. Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu."

11. Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.

12. Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah." Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan.

13. Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.

14. Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.

15. Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

16. Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

17. Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.





Minggu, 18 Desember 2011

Ambuyat : Bruneian's Iconic Cuisine Heritage

Set Ambuyat 
Bila Indonesia punya Papeda maka Brunei punya Ambuyat.

Ambuyat dan papeda memang bisa diserupakan karena kedua makanan ini terbuat dari tepung sagu yang diseduh air mendidih dan diaduk sehingga mengental dan lengket seperti lem. Yang membedakan Ambuyat dan Papeda adalah makanan pendampingnya. Jika papeda umumnya berpasangan dengan ikan kuah asam, maka ambuyat berpasangan dengan set makanan yang lebih lengkap dan dicelup dalam saus tempoyak  (terbuat dari durian yang difermentasi, berbau harum dan sedikit menyengat).

Set ambuyat sesuai namanya hadir dalam bentuk hidangan lengkap dengan ikan kembung goreng atau bakar, daging (baik yang dalam bentuk tumisan atau berkuah santan dengan daun jeruk), tumisan sayur (bisa kangkung atau tauge) dan yang ketinggalan adalah kuah kental masam yang terbuat dari tempoyak yang akan mendominasi rasa pada ambuyat. Ambuyat sendiri tidak memiliki rasa sama seperti papeda. Makanan pelengkapnya lah yang akan membuat Ambuyat ini terasa istimewa dan lebih mudah tertelan.

Untuk memakan Ambuyat, diperlukan sumpit khusus bernama Chandas. Namun berbeda dengan sumpit, pangkal chandas menyatu dan tidak terbelah sempurna layaknya sumpit, sehingga lebih mirip penjepit makanan. Untuk mengambil Ambuyat, maka kita perlu mencelupkan chandas ke ambuyat dan memutar-mutar nya hingga segumpal sagu terangkat dari mangkuk. Setelah itu sagu tersebut dicelupkan ke saus tempoyak dan Happp!! Tekstur dan rasanya cukup unik; kenyal, sedikit masam dan berbau wangi ala durian. Jangan lupa untuk menyantap hidangan penyertanya dengan menjepitnya menggunakan chandas.

Filosofi ambuyat yang lengket seperti lem bagi masyarakat Brunei dimaknai sebagai perekat yang memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan. Untuk yang satu ini saya setuju, karena ambuyat memang lazimnya dimakan bersama-sama sambil ngobrol dan santai mengingat porsi dan banyaknya makanan yang disajikan salam set ambuyat. Ada pula kepercayaan bahwa seseorang harus pantang menyantap ambuyat apabila ada kerabat dekatnya yang baru saja meninggal dan belum lewat 40 hari.

Harga set ambuyat untuk 2 orang adalah sekitar 16-20 Dollar Brunei (1 Dollar Brunei sekitar 7000 Rupiah). Namun pada kenyataannya porsi nya cukup besar untuk disantap oleh 3-4 orang. Menu ini sangat pas untuk disantap siang hari bersama kerabat atau teman sambil bersantai dalam waktu lama sambil ngobrol ala duduk di kedai-kedai kopi di Mall.




Ambuyat dapat pula ditemui di Serawak dan Sabah, namun paling populer dan lebih mudah kita temui di Brunei daripada di Malaysia. Jika anda berkesempatan untuk mengunjungi Brunei, maka cobalah menu yang satu ini untuk mendapatkan keotentikan cita rasa Brunei dalam sebuah masakan.


Related Articles :
Nasi Katok

Senin, 12 Desember 2011

Hymn To The Sea and Sky

Scorpius
13 November 2007,

Malam itu adalah malam takbiran di Desa Batugoyang. Sebagian warga telah berkumpul di mesjid desa dan dari rumah-rumah mulai tercium bau kue yang mulai dipanggang untuk menyambut Idul Fitri. Aku tertarik dengan keramaian tersebut dan keluar dari Puskesmasku menuju Mesjid yang terletak di tepian pantai Timur Batugoyang. Aku pergi bersama 2 temanku Angki dan Doya dan menyadari bahwa mesjid terlalu hiruk pikuk malam itu dan kami memutuskan untuk duduk bercerita di sebuah kapal nelayan yang sedang terapung di dekat pantai.

Bulan gelap malam itu. Seperti biasa kelip bintang akan menghiasi langit hitam pekat Maluku karena sorot sinar lampu listrik masih menjadi barang langka disini. Perahu kecil yang kami tuju bernama "Selgwadan Manis". Perahu tersebut biasa dipakai oleh Doya bersama beberapa kerabatnya untuk melaut sepanjang malam untuk menjaring ikan. Namun malam ini perahu tersebut mengambil jatah cuti tahunannya karena besok akan ada perayaan Idul Fitri.

Perahu tersebut mengapung agak ke tengah. Perlu menggulung celana pendek kami agar tidak basah terkena air laut. Laut malam itu sangat gelap, dasar laut terlihat pekat namun saat itulah aku melihat kilauan cahaya hijau fosfor tiap kali aku menyibakan air dan melangkah menuju ke perahu. Doya mengatakan fenomena tersebut : Kunang-kunang laut. Aku tak tahu apakah fenomena tersebut umum terjadi, dan setelah ku search di google, nampaknya hal tersebut berasal dari proses Bioluminescence. Setiap kami mengayunkan langkah, cahaya hijau tersebut selalu tertinggal bak butiran pasir yang terhambur di laut. Cahaya itu kemudian kembali hilang lenyap dan diganti kepekatan sempurna karena Bulan sama sekali tak muncul di malam itu.

Aku melangkahkan kaki lebih cepat, bahkan kadang sengaja mengecipakan air dengan tangan untuk memunculkan kunang-kunang laut tersebut dan kadang dibantu oleh ikan dan kepiting yang bersliweran di pantai membuat garis dan riak kehijauan tersebut semakin banyak. Aku hanya dapat menyaksikan hal seperti itu di Pantai Batugoyang, saat bulan tertutup sempurna. Indahnya..... Semoga bisa mengulangi lagi perasaan bebas dan damai tersebut

Setibanya di kapal ada hal yang lebih istimewa lagi. Kurebahkan punggungku di atap kapal dan menatap langit : JUTAAN BINTANG tersebar disertai lembutnya awan langit (Nebula) yang sangat tinggi. Hari itu adalah malam yang sempurna untuk melihat bintang. Doya menunjukanku rasi bintang Salib Selatan yang berfungsi sebagai titik navigasi, karena garis vertikalnya jika ditarik ke laut akan  tepat mengarah ke selatan. Scorpio malam itu bertengger di puncak langit, dan aku dapat dengan mudah mengenali 3 bintang sejajar yang menjadi kepalanya lalu mengikuti lekuk ekornya yang indah. Scorpio adalah Rasi bintang yang paling mudah aku kenali sejak malam itu.

Twilight in Batugoyang
Pergilah ke Kepulauan Aru jika anda ingin melakukan make a wish upon the shooting star, karena malam itu bintang jatuh cukup banyak di langit. Aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri betapa seringnya kilatan cahaya tersebut meluncur menoreh langit. Hanya ada suara obrolan ringan kami bertiga saat itu (aku, Doya dan Angki), sesekali kami berteriak beradu cepat menunjuk arah dan siapa melihat bintang jatuh tersebut terlebih dahulu. Hening, gelap namun penuh kilauan baik diatas langitku maupun dibawah lautku. Kulalui malam itu dengan ribuan ucapan syukur, rasa kagum yang tak terhingga pada Tuhanku dan segaris rasa damai yang masih dapat kukenang sampai saat ini.



Pantai Timur Batugoyang,

Terapung dibuai ombak di kapal Selgwadan Manis //




Pantai Selatan Batugoyang

Related Articles :
A Journey Through Aru Islands
Salarem, Grand Canyon nya Maluku
Longgar dan Apara -2 Desa di tepian Indonesia-
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...