Saya sebenarnya kurang begitu akrab dengan hewan yang bernama TIKUS. Namun sungguh sayang nih sudah jauh-jauh sampai di Manado tapi tidak mencoba Masakan yang diolah dari Kawok (tikus hutan berekor putih).
Masakan ini pun tidak terlalu mudah ditemui di tempat kelahirannya di Sulawesi Utara. Aku harus naik ke daerah perbukitan Tinoor ke arah Tomohon dari kota Manado untuk dapat mencicipi masakan kawok yang enak menurut temanku.
Setelah tiba di restoran yang dimaksud aku mulai berkeringat dingin menantikan apa yang akan muncul di meja saat aku memesan Kawok Rica-Rica pada pelayan. Bagaimana nanti penampakannya saat terhidang di meja ku. Bagaimana jika pas wajahnya atau cakarnya yang menghadap wajahku? Bagaimana pula nanti rasanya? Pokoknya butuh nyali ekstra bagiku untuk untuk menghadapi apalagi menyantap hidangan ini. Tapi yahhhh daripada penasaran, tancap jo!
Tiba-tiba hadirlah hidangan itu, dan nampak seperti potongan-potongan daging berbalut bumbu cabai merah yang cukup tebal. Aku mulai memilih bagian yang cukup netral bagi pikiranku dan mengindari penampakan-penampakan aneh dari badan sang tikus yang sudah terbujur kaku dan berbumbu dalam mangkuk.
Ini dia tampang Kawok Sebelum dimasak, berbeda dari tikus-tikus yang ada di rumah |
Tak lupa pula tampil nasi bersantan yang dibungkus dalam daun kunyit sebagai teman memakan kawok (rasanya mirip buras dengan aroma daun kunyit). Sepotong daging kawok mulai kunikmati dan otakku mulai bekerja keras mengidentifikasinya. Rasanya tidak aneh kok, mirip ayam namun dengan tekstur lebih lembut... lebih kasar dari daging kodok. Namun tak ada bau atau rasa tajam lain dari masakan ini. Tapi tetap saja ini tidak akan menjadi masakan Manado favoritku hahaha.
Memasak kawok rica-rica mungkin sedikit lebih netral dibanding mencoba kawok yang dimasak santan. Nanti deh untuk memakan yang kuah santan, takut tidak tertelan dan jackpot.
Harga sepotong kawok di Tinoor saat itu (2010) seingatku 7000-8000 dan harga nasi bungkus daun kunyitnya kayaknya cuma 1000 atau paling mahal 2000 per bungkus. Setidaknya rasa penasaranku lunas terpuaskan dan hari itu aku melanjutkan perjalanan menuju Tondano untuk menikmati keindahan danau terbesar di Sulawesi Utara sambil melanjutkan wisata kuliner di sana.
Related Articles :