Senin, 31 Oktober 2011

Outreach Eye's Cases : Siding, Kalimantan Barat





Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat
Masalah perbatasan Indonesia-Malaysia kembali mengemuka. Kali ini perbatasan antara Sambas (Kalbar) dan Serawak yang menjadi sengketa. Aku ingin bercerita dari sudut pandangku bagaimana kondisi daerah -daerah perbatasan bedasar kunjunganku ke salah satu desa yang berbatasan wilayah dengan Malaysia di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat pada tahun 2010. Kunjungan tersebut dalam rangka Outreach Eye's Cases dokter-dokter spesialis mata dari RS Bethesda Serukam, Kalimantan Barat.

Siding desa yang terletak di Kabupaten Bengkayang, akan menjadi target sasaran pelayanan kami. Tim kami membekali diri dengan peralatan pemeriksaan mata portable, portable slit lamp, puluhan kacamata gratis dengan berbagai ukuran, 2 dokter spesialis mata, 2 dokter umum yaitu aku dan dr. Susi yang bertugas sebagai dokter PTT di Siding, serta beberapa perawat dari Klinik Mata RS Bethesda.

Perjalanan menuju Siding tidaklah mudah, kami memulai perjalanan dengan naik mobil menuju Bengkayang. Kami melewati daerah perbukitan dengan kondisi jalan yang naik turun meliuk dengan naungan hutan yang lebat Kalimantan. Setiba di kota Bengkayang kami membeli perbekalan karena kami akan menginap beberapa hari di Siding. Kota Bengkayang tidaklah terlalu besar. didominasi oleh pasar yang dikelilingi bangunan kuno serta sebuah klenteng.

Perjalanan nasih berlanjut terus ke utara, setelah kami mencapai Sanggauledo perjalanan menjadi semakin menantang. Aspal yang tadinya masih selapis tipis kali ini "punah" diganti tanah merah becek. Kadang ditempatkan batu-batu besar di tengah jalan untuk mencegah timbulnya kubangan. Total perjalanan dari Bengkayang sampai Seluas ditempuh dalam 3-4 jam.

Seluas merupakan kota kecamatan, terletak di tepian sungai dimana terdapat jembatan menuju  Jagoibabang  (Salah satu pintu perbatasan Indonesia-Malaysia) yang katanya sudah tidak terlalu jauh lagi. Namun kami tidak melintas melewati jembatan tersebut melainkan menyusuri sungai dengan perahu motor menuju ke hulu sungai selama 3 jam menuju desa Siding. Sungguh mengenaskan bukan nasib daerah "etalase" negara kita.
Kota Bengkayang

Seluas

Siding bukan satu-satunya desa yang sulit diakses. ada beberapa desa lagi yang akses nya melalui sungai tersebut. bahkan ada beberapa desa yang hanya bisa diakses dengan bejalan kaki atau jalur udara (menggunakan pesawat perintis dan mendarat darurat)

Sepanjang perjalanan sungai menuju Siding kami disuguhi dengan hutan hujan tropis alami -One of the Heart of Borneo was here- Rimbunnya hutan, tumbuhan paku raksasa dan rumpun pakis di sepanjang alirannya yang coklat menjadi daya tarik tersendiri.

Unforgetable Night Cruise with Yuli, Kak Iin, Dewi & Baban
[[ Pada kunjungan lainnya ke Siding, aku melewati sungai ini malam hari. Ya! MALAM hari, kami berangkat jam 6 sore dan tiba pukul 21.30. Kunang-kunang kadang muncul selintas memberi penawar rasa cemas melewati pekatnya sungai rimba dengan hanya diterangi 2 buah cahaya senter. Kadang kami harus turun karena perahu kandas, kami harus mendorong perahu melawan arus sampai perahu tiba di daerah yang cukup dalam. Pada kunjungan kedua tersebut kami pergi berlima; Aku, seorang penduduk lokal dan 3 wanita -hahaha aku harus memastikan 3 wanita tersebut tidak lebih kuatir dari diriku malam itu melewati pekatnya sungai di rimba Borneo.]]



Journey to Siding

Terdapat beberapa perkampungan suku dayak di sepanjang aliran sungai tersebut. Kadang kami sesekali berpapasan dengan perahu penduduk lokal yang ingin menuju Seluas membawa hasil bumi. dan pada perjalanan kali ini kami kurang beruntung, hujan turun seolah ingin membuktikan bahwa kami berada di "kawasan Hutan HUJAN Tropis". aku salut dengan dr. Steve Anderson dan dr. Edy. Dua Spesialis mata dari RS Bethesda Serukam itu rela berbasah ria bahkan tersenyum menyambut hujan di perahu kecil. I'm proud of You Docs!

Siding merupakan sebuah desa ibukota Kecamatan, di desa tersebut terdapat Puskesmas dan pos tentara perbatasan. Aroma Malaysia berasa kental disana. mulai dari mata uang ringgit, beberapa barang made in Malaysia, tabung gas Petronas. Sebagian pemuda disini pun bekerja di Malaysia Timur. Malaysia dapat diraih dengan berjalan kaki karena letaknya hanya di balik gunung Anggas.
Ironis nya saat aku tanya apa ibukota Indonesia ke anak-anak yang sedang bermain; mereka hanya menggeleng. "Indonesia mereka hanya sebesar Siding, Tamong dan Seluas" (yang merupakan nama desa sekitar). Jangankan membayangkan kegemerlapan Jakarta, mendengar kata Pontianak pun mereka asing. Ironis!
Puskesmas Siding, Kab. Bengkayang
Malam itu kami istirahat di Puskesmas Siding. Gelap, tenang namun merdu karena suara serangga hutan mengiringi kami terlelap.
Esoknya Puskesmas kebanjiran pasien, mereka tampak antusias. Namun lain hal nya dengan pegawai Puskesmas yang seringkali alpa berminggu-minggu menjalankan tugas dengan alasan tempat tugas yang sangat terpencil, komunikasi yang sulit dan urusan keluarga. Memang dapat dipahami tapi tidak untuk dimaklumi.

Pasien disini sangat bervariasi, bahkan beberapa kasus yang sangat jarang ditemukan ada disini. mulai dari kasus kelainan refraksi, katarak sampai keganasan dan lainnya. Untungnya kami membawa stok kacamata gratis cukup banyak dan ada follow up dan screening bagi pasien katarak untuk dioperasi gratis di RS Bethesda, termasuk seorang gadis dengan kelainan kelopak mata yang akan dioperasi pula di Serukam. Namun ada rasa sedih juga saat kami harus memvonis seorang anak bahwa dia tidak akan dapat melihat dari sisi medis. Kontan sang ibu langsung menangis dan kami membantunya berdoa.

Pengalaman yang berkesan. Senang melihat teladan dari sejawat yang peduli terhadap orang lain di tengah sorotan masyarakat terhadap profesi dokter yang semakin tergadai dengan komersialisme.

Pengalaman yang berkesan pula dari sudut pandang : "Melihat rumput tetangga lebih hijau" karena ternyata memang itulah yang terjadi di tempat-tempat seperti Siding. Aku hanya bisa mengelus dada sambil protes, salah satunya dengan menulis artikel seperti ini berharap dapat terdengar oleh pak pejabat yang semoga selain bermulut manis namun ringan tangan dalam menjalankan tugasnya.




dr, Steve and dr. Edy in action

dr, Susi (dokter PTT Pkm. Siding), Me, dr. Steve

Masih terbayang-bayang rasa tumis pakis malam itu

Sungai di muka kampung Siding

Gunung Anggas, Siding, Kalimantan Barat

1 komentar:

  1. Sungguh terharu saat membaca postingan anda, tentang desa kami pada masa dulu. Terimakasih atas kesan yang manis dan haru. Saya kebetulah dari desa siding, terimakasih telah berkunjung dan berbagi pengalaman.

    BalasHapus