Jumat, 18 November 2011

Journey to Brunei


Tanggal 21 Oktober 2011 adalah pertama kalinya aku menginjakan kaki keluar dari Indonesia. Dan negara pertama yang mendaratkan stempelnya di pasporku adalah Brunei Darussalam. Agak unik memang, karena Singapura, Malaysia ataupun Thailand jauh lebih terkenal dan lazim dikunjungi dibanding negara jiran yang satu ini. Aku mendapat kesempatan untuk bekerja sebagai dokter di proyek Survey Migas dari BGP inc. CNPC yang lokasi kerjanya berada di West Jerudong. Aku tinggal di Kampung Kupang (sangat familiar dan menyenangkan mendengar kata Kupang) yang terletak di distrik Tutong.

Brunei terbagi menjadi 4 distrik, yaitu : Brunei-Muara, Tutong, Belait dan Temburong. Bandar Seri Begawan (BSB) terletak di Distrik Brunei Muara. Kota besar lainnya adalah Seria dan KB (alias Kuala Belait) di distrik Belait. Sedang distrik Temburong sepertinya cukup sepi karena hanya dihuni oleh 3% penduduk Brunei. Distrik Temburong dipisahkan oleh 3 distrik lainnya oleh Negara Bagian Serawak-Malaysia Timur.

Bandar Seri Begawan terkenal dengan mesjid-mesjid dengan kubah emas, layaknya di dongeng 1001 malam. Namun banyak yang salah duga tentang kota yang satu ini. Sebagai ibukota negara, bayanganku tentang BSB adalah kota metropolitan yang besar dan padat layaknya Singapura. Namun dengan pengandaian berikut ini maka kita akan mengerti : Jika Jakarta memiliki jumlah penduduk 9,5 juta; maka satu kota Jakarta dapat menampung 24 kali Brunei yang penduduknya hanya kurang dari 400 ribu jiwa. Sedang jumlah penduduk di BSB sendiri hanya 50 ribuan.

BSB memang kecil dalam jumlah penduduk, namun sentuhan metropolitan dan suasana ala kota besar dapat kita nikmati di beberapa sudut kotanya. Namun lupakanlah kalau kita ingin mencari tempat clubbing dan tempat hiburan malam disini, karena mereka menerapkan Syariat Islam dengan cukup ketat.





Warna emas adalah warna yang cukup sering muncul di kota ini, warna yang melambangkan kemakmuran negeri ini karena kekayaan migas yang menjadi penopang utama perekonomian negara kerajaan ini. Negara ini dipimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah yang gelar lengkap nya adalah : Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'Izzaddin Waddaulah Ibni Al-Marhum Sultan Haji Omar 'Ali Saifuddien Sa'adul Khairi Waddien, Sultan dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei Darussalam. Aku terkagum sewaktu Pak Hasni mengucapkan nama yang bak kereta api itu dengan spontan dan mengalir lancar dari mulutnya. Nampaknya tokoh Sultan sangat dihormati dan lekat di antara masyarakat Brunei.
Hari ini aku mengunjungi salah satu mesjid berkubah emas di Brunei yaitu Masjid Sultan Omar Ali Saifudin. Nama masjid ini berasal dari nama sultan yang memimpin Brunei sebelum Sultan Hassanal Bolkiah (yang merupakan ayahnya sendiri). Masjid ini menjadi unik dan menjadi landmark kota Bandar Seri Begawan berkat kubah-kubah emasnya dan adanya sebuah bangunan menyerupai perahu di kolam Masjid yang membuat nya tampil beda.

Bangunan ini selesai dibangun pada tahun 1958, Dengan warna dasar putih, dan memiliki pelataran bergaya Yunani kuno dengan adanya deretan pilar-pilar spiral ala kuil-kuil Yunani kuno.

Bagian dalam mesjid ini tidak kalah indah, aku berkesempatan masuk ke dalamnya, namun sayang tidak diijinkan untuk menggunakan kamera dalam Mesjid Omar Ali Saifudin. Lantainya dialasi karpet tebal dan terasa empuk diinjak dengan kaki telanjang. konon karpetnya made in Arab. Lampu-lampu kristal menggantung indah di atasnya dan memberi kesan mewah, terutama lampu kristal besar di bawah kubah emas utama. Pada bagian muka terdapat semacam panggung berbentuk rumah bergaya melayu (sepertinya tempat imam berceramah) dan penuh dengan ukiran.

Kampong Ayer, The Venice from the East
Di salah satu sisi mesjid ini terdapat kolam yang dibelah oleh dua buah jembatan. Salah satu jembatan menghubungkan mesjid dengan bangunan serupa perahu di tengah danau yang merupakan replika Perahu Mahligai Kerajaan milik Sultan Bolkiah yang memerintah pada abad ke-16. Satu jembatan lainnya menghubungkan mesjid dengan Kampong Ayer (kampung Air).

Pada Katalog Pariwisata Brunei tertulis bahwa Kampong Ayer dijuluki Venice from the East. Katanya ada sekitar 30.000 penduduk yang tinggal di Kawasan Kampong Ayer yang menjadikannya perkampungan terbesar di dunia yang dibangun di atas air. nampak sedikit kumuh memang, tapi pemerintah Brunei mencoba melestarikan Kampong Ayer ini dengan membangun fasilitas penunjang seperti sekolah, kantor polisi, rumah sakit dan akses terhadap listrik dan air bersih untuk penduduk Kampong Ayer. Kampong Ayer bisa jadi merupakan cikal bakal Bandar Seri Begawan, kota pelabuhan terbesar di pulau Kalimantan pada jamannya. (Bahkan bisa jadi kata Borneo berasal dari kata Barunai)

Cukup menarik untuk menjelajahi BSB yang bak "kota Aladdin" yang dipenuhi bangunan dengan atap atau kubah emas, seolah mereka ingin memamerkan kemakmuran negeri yang berpadu kontras dengan lebatnya hutan Kalimantan di sisi lainnya.


Masjid Omar Ali Saifudin dan Kampong Ayer
Related Articles :
Aerial Photography Part 5 : Bandar Seri Begawan
Brunei Cuisine : Ambuyat, Nasi Katok
Fakta Unik Tentang Brunei Darussalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar